Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas setiap pertambahan nilai barang dan/atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen di dalam wilayah Indonesia. Konsumen sendiri terdiri dari orang pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengonsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan PPN.
Selain menghitung besaran PPN, setiap Wajib Pajak juga diharuskan untuk membayar pajak terutangnya dan melaporkannya kepada Direktorat Jenderal Pajak. SPT Masa PPN merupakan bentuk laporan PPN terutang yang wajib diisi dan dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) setiap bulannya.
Syarat utama untuk bisa memungut dan membayar PPN pembeli, yakni terlebih dahulu harus dikukuhkan sebagai PKP oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Setiap Wajib Pajak yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus menyetorkan PPN dan melaporkan SPT Masa PPN paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Tepatnya, pada tanggal 30 atau 31 bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Selain itu, pelaporan SPT Masa PPN harus dilakukan dalam bentuk dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan Pasal 3A PMK 9/2018 s.t.d.t.d PMK 18/2021. Usahakan untuk menyetorkan dan melaporkan pajak terutang sebelum tanggal jatuh tempo yang sudah ditentukan. Apabila PKP tidak atau terlambat dalam melaporkan pajaknya, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa denda senilai Rp 500.000 sesuai dengan UU KUP Pasal 7 ayat (1).
Perlu diingat kembali, apabila tanggal jatuh tempo penyetoran PPN dan pelaporan SPT Masa PPN bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka penyetoran dan pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.